16 September 2008

14 Agustus 2008

Poligami, istri manapun pasti tak sudi mendengarnya, apalagi mengalaminya. Tak sudi berbagi dengan wanita lain, dalam hal ini istri muda. Wanita yang dipoligami pasti akan merasa hancur remuk dalam hatinya. Menurut agama islam sendiri, poligami tidaklah haram. Syaratnya hanya apakah kita bisa berlaku adil terhadap istri-istri. Kalau mampu silahkan saja. Kalau tidak mampu, mending gak usah. Ngerepotin.

Aku punya seorang sepupu, anak dari sodara bapak saya. Anggaplah namanya Bunga (sebagaimana biasanya nama samaran untuk wanita). Orangnya sederhana saja, gak neko-neko. Menurutku, dia adalah istri yang amat sangat baik untuk suaminya. Istri yang telah memberikan 3 orang anak manis-manis.

Mungkin dia tidak pernah berpikiran bahwa kehidupan keluarganya kelak akan dimasuki oleh seorang wanita lain. Berniat memikirkan punya madu saja mungkin tidak pernah.

Dan ketika itu terjadi (maksud saya dia punya madu), saya memikirkan suatu kejadian luar biasa. Sebuah pertengkaran dalam rumah tangga. “gak mau, pokoknya gak mau dimadu” atau “ceraikan aku, ceraikan” menjadi bahasa mereka. Aku sudah membayangkan sebuah keluarga yang ramai dengan pertengkaran. Anak-anak yang tak terurus.

Ternyata aku salah. Tepatnya saat menjenguk anak keduanya yang masuk rumah sakit di salah satu rumah sakit ternama di Makassar. Diruang perawatan untuk anak-anak. Ada aku sebagai pembesuk, ada sepupuku, ada suaminya, ada si bungsu, ada lagi wanita berjilbab besar yang perawakannya sedikit lebih pendek dari sepupuku dan sedikit lebih gemuk. Siapa ya ??? pikirku. (oh ya, sepupuku juga seorang yang memakai jilbab besar).
“ini istri barunya kakak” ujar sepupuku datar dengan sedikit senyum. Orang yang ditunjuk senyum sedikit kepadaku.

Ha …… sedatar itu ??? Ekspresi sepupuku santai saja. Aku tak menemukan adanya aroma emosi dalam ucapannya. Tenang layaknya air telaga. Aku saja sempat sedikit “gimana gettoh” waktu tahu suaminya nikah lagi. Lah … dia malah dengan santainya bilang “ini istri barunya kakak”. Si bungsu juga bilang kalau umminya sekarang ada dua.

Aku salah. Sepupuku ini bukan wanita sembarang. Seorang wanita hebat. Tak pernah ku lihat air matanya. Dan dia tetap wanita hebat sampai kembali aku bertemu dengannya tadi siang. Tepatnya di pemakaman.

Anak keduanya sudah mengakhiri perjuangannya, menang dan dipanggil menghadapNya untuk menerima medali. Di rumah duka, tak ada isak tangis, raungan histeris kehilangan anak yang sayangi. Semua itu tak ada. Hanya wajah-wajah tenang seakan ini adalah hal biasa.

Saat pemakaman, saat jenazah dimasukkan ke liang lahat, aku melihatnya. Dia ada dikerumunan. Menggendong si bungsu. Menyaksikan bagaimana bongkahan-bongkahan tanah galian menutupi jenazah. Tak ada jeritan “gak rela”. Sampai akhirnya, gundukan tanah merah itu tampak, pertahanannya bobol. Kulihat bahunya berguncang, ada bening kristal memaksa keluar dari sudut matanya. Aku jelas melihatnya. Amat jelas. Rupanya ia punya air mata juga.

Hanya sebentar ia dengan air matanya. Ia lalu memegang nisan itu, berdoa dan mungkin juga bilang "tunggu ummi di surga, ya nak". Ia sudah tenang, setenang telaga sampai akhirnya makam ditinggalkan.

Sungguh, aku baru menjumpai seorang istri yang ikhlas dengan apa yang dialaminya. Saat dimadu, saat harus kehilangan seorang anak. Ia masih bisa tersenyum. Tiba-tiba aku berharap dapat istri yang sepertinya.

1 comments:

Anonim 23 September 2008 pukul 23.22  

kamu pasti dapat, yang penting kamu juga harus lebih beriman kawan.
tapi jangan niatkan juga mau poligami wanita se[erti itu

Posting Komentar

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP