29 November 2008

Persatuan Indonesia

Dari sejak merdeka sampai sekarang, katanya Indonesia belum bersatu. Bersatu dalam artian yang sesungguhnya. Bersatu dalam jiwa dan pemikiran bahwa kita Indonesia. Yang ada, Indonesia hanya dipersatukan. Dipersatukan oleh batas-batas geografis dan astronomis Indonesia. Dipersatukan oleh kesamaan sejarah masa lalu yang hitam pekat, dipersatukan oleh satu bahasa. Hanya karena kebetulan Bung Karno dan Bung Hatta mengatasnamakan Indonesia saat proklamasi dibacakan. Coba kalau mengatasnamakan Jawa, Sumatera atau Sulawesi saja. Peringatan 17 Agustus selama ini hanya menjadi sebuah ritual tahunan. Hanya upacara penaikan bendera paginya, panjat pinang siangnya, penurunan bendera sorenya dan konser music malamnya. Tak lebih.


Ketidakbersatuan itu sekarang dengan mudahnya dijumpai. Dengan menonton siaran berita di TV atau dengan membaca Koran, ada-ada saja kejadian yang menunjukkan ketidakbersatuan itu.


Tengok prestasi beberapa mahasiswa di beberapa daerah. Bukan mahasiswa di sini, tapi di sana. Hanya karena persoalan sepele, karena selembar daun yang gugur mungkin, pecah tawuran yang menghempaskan nilai intelektualitasnya ke titik paling bawah. Kemahaannya sebagai siswa entah diparkir dimana. Saling tonjok, lempar batu bahkan sampai menggunakan senjata tajam dan senjata berbahaya lainnya. Tak ada lagi identitas “kemahasiswaannya”.


Celakanya lagi, Gedung perkuliahan, kendaraan bermotor, ruangan kuliah kadang ikut menjadi korban. Dipecahkan kacanya, dirusak pintunya. Kendaraan bermotor terkadang ada yang dibakar. Suatu efek yang jelas-jelas merugikan secara materi.


Pun ketika aparat “saling sikut”. Polisi dan TNI bentrok karena persoalan “kesalahpahaman”. Kesalahpahaman yang memaksa bedil melontarkan pelor. Dua institusi yang seyogyanya mengayomi rakyat dan dan mengamankan masalah justru mempertontonkan cara menyelesaikan masalah ala kompeni. Tekan picu melesat tak ragu … dor .. dor … dor … Belakangan pihak pimpinan saling silaturahmi agar “kesalahpahaman” yang ada dapat diakhiri. Tapi khan yang akur itu, biasanya pihak pimpinan doang. Sementara bawahan, ibarat api dalam sekam.


Soal seru-seruan, kemarin, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Makassar, Icon tawuran mahasiswa di Indonesia, “tawuran” dengan polisi. Bukan episode pertama di Makassar.


Mungkin perlu sekali-kali kita “perang betulan”. Entah dengan Negara mana. Yang jelas ada tempat untuk melampiaskan bakat dan minat perang yang selama ini selalu diasah. Masak latihan terus ???


Ayaayawae’


Satu lagi, PEMILU. Partai politik peserta Pemilu yang jumlahnya bikin rakyat bingung mau pilih yang mana. Entah mungkin pemilu berikut lebih banyak lagi. Saking banyaknya, Bang Jack bilang “mirip buih di lautan, banyak tapi lemah, lembek”.


Orang-orang yang merasa mampu dan punya kemampuan berlomba-lomba bikin partai. Ada yang sudah menjadi bagian dari partai, karena merasa tidak cocok dengan ketuanya misalnya, keluar lalu membentuk partai baru. Hasilnya terbentuklah beberapa puluh partai dengan cirinya masing-masing. Kemudian masing-masingnya punya pandangan sendiri bagaimana mengatur Negara ini. Semuanya hebat-hebat. Semua merasa pintar, merasa cerdas. Merasa hanya dia yang pantas memberi solusi pada berbagai macam persoalan Negara ini.


Dan lagi-lagi lagu lama dimainkan. Ketika hebat-hebat ini bertarung, urusan rakyat terbengkalai. Rakyat cukup dininabobokkan dengan setumpuk janji-janji. Bagaimana memenangkan “pertarungan” adalah utama. Bagaimana supaya terpilih menjadi presiden atau anggota dewan yang terhormat. Terus cari jalan supaya dana kampanye yang telah dihabiskan dapat dikembalikan, numpuk untuk diri sendiri dan koloni sampai musim pemilu berikutnya. Rakyat tetap jadi penonton yang saban hari ada yang mati kelaparan, ada yang mati keracunan, ada yang bunuh diri, ada yang tergusur.


Mungkin Persatuan Indonesia terlalu indah sampai kita terbuai dengan bahasa itu sendiri dan bahwa kita hanya tahu membahasainya tanpa tahu bagaimana memaknainya.

0 comments:

Posting Komentar

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP