Persatuan Indonesia
Dari sejak merdeka sampai sekarang, katanya
Ketidakbersatuan itu sekarang dengan mudahnya dijumpai. Dengan menonton siaran berita di TV atau dengan membaca Koran, ada-ada saja kejadian yang menunjukkan ketidakbersatuan itu.
Tengok prestasi beberapa mahasiswa di beberapa daerah. Bukan mahasiswa di sini, tapi di
Celakanya lagi, Gedung perkuliahan, kendaraan bermotor, ruangan kuliah kadang ikut menjadi korban. Dipecahkan kacanya, dirusak pintunya. Kendaraan bermotor terkadang ada yang dibakar. Suatu efek yang jelas-jelas merugikan secara materi.
Pun ketika aparat “saling sikut”. Polisi dan TNI bentrok karena persoalan “kesalahpahaman”. Kesalahpahaman yang memaksa bedil melontarkan pelor. Dua institusi yang seyogyanya mengayomi rakyat dan dan mengamankan masalah justru mempertontonkan cara menyelesaikan masalah ala kompeni. Tekan picu melesat tak ragu … dor .. dor … dor … Belakangan pihak pimpinan saling silaturahmi agar “kesalahpahaman” yang ada dapat diakhiri. Tapi khan yang akur itu, biasanya pihak pimpinan doang. Sementara bawahan, ibarat api dalam sekam.
Soal seru-seruan, kemarin, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Makassar, Icon tawuran mahasiswa di
Mungkin perlu sekali-kali kita “perang betulan”. Entah dengan Negara mana. Yang jelas ada tempat untuk melampiaskan bakat dan minat perang yang selama ini selalu diasah. Masak latihan terus ???
Ayaayawae’
Satu lagi, PEMILU. Partai politik peserta Pemilu yang jumlahnya bikin rakyat bingung mau pilih yang mana. Entah mungkin pemilu berikut lebih banyak lagi. Saking banyaknya, Bang Jack bilang “mirip buih di lautan, banyak tapi lemah, lembek”.
Orang-orang yang merasa mampu dan punya kemampuan berlomba-lomba bikin partai.
Dan lagi-lagi lagu lama dimainkan. Ketika hebat-hebat ini bertarung, urusan rakyat terbengkalai. Rakyat cukup dininabobokkan dengan setumpuk janji-janji. Bagaimana memenangkan “pertarungan” adalah utama. Bagaimana supaya terpilih menjadi presiden atau anggota dewan yang terhormat. Terus cari jalan supaya dana kampanye yang telah dihabiskan dapat dikembalikan, numpuk untuk diri sendiri dan koloni sampai musim pemilu berikutnya. Rakyat tetap jadi penonton yang saban hari ada yang mati kelaparan, ada yang mati keracunan, ada yang bunuh diri, ada yang tergusur.
0 comments:
Posting Komentar